Assalamu'alaikum yaa akhi wa ukhtii.. Kali ini saya akan bagi- bagi
info tentang daerah asal saya, yakni desa
Jantur, kec.Muara Muntai, Kukar,Kaltim. Kususnya tentang mesjid. Selamat membaca yaa..
Bila suatu hari berkunjung ke Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur, rasanya Anda perlu menyempatkan diri datang ke Desa Jantur di Kecamatan
Muara Muntai. Jaraknya, sekitar 120 kilometer jika menggunakan jalur Sungai
Mahakam, atau kurang lebih 80 kilometer bila menempuh jalur darat. Desa ini
terkenal sebagai perkampungan nelayan,karena mayoritas penduduknya bekerja
sebagai nelayan.
Desa Jantur memiliki sebuah masjid yang cukup megah. Bahkan, termasuk
salah satu masjid yang terbesar di wilayah Kecamatan Muara Muntai. Dulunya,
sebelum era reformasi, di perkampungan ini hanya ada satu desa dan memiliki
tiga buah sekolah dasar, satu sekolah menengah pertama (SMP),satu madrasah
tsanawiyah (MTS), tujuh mushala atau langgar, dan 21 RT. Namun setelah
diberlakukan otonomi daerah, masyarakat di wilayah ini sepakat untuk memekarkan
desanya.
Kini, perkampungan nelayan ini menjadi tiga buah desa, yakni Desa Jantur
(induk), Desa Jantur Baru, dan Desa Jantur selatan. Adapun jumlah penduduknya
di tahun 2010an mencapai 7000–8000 jiwa. Penduduk yang ada di Desa Jantur ini,
baik sebelum ataupun sesudah dimekarkan, mayoritasnya adalah suku Banjar. Bisa
dikatakan, 99 persen penduduknya adalah suku Banjar dengan bahasa
sehari-harinya juga menggunakan bahasa Banjar. Sedangkan satu persennya berasal
dari suku Kutai,Jawa, Bugis, atau lainnya. Umumnya, warga selain Banjar di desa
ini berasal dari wilayah lain seperti dari Desa Muara Muntai, Kota Bangun,
Tenggarong, atau lainnya. Dan mayoritas penduduknya beragama Islam. Bisa
dibilang, 100 persen beragama Islam.
Adapun pekerjaan utama penduduk setempat
adalah sebagai nelayan. Umumnya, mereka mencari ikan di Danau Jempang, Danau
Murung, dan sebagian ke daerah lain, termasuk di Samarinda. Sekitar 2-3 persen
menjadi pedagang, dan lima persen sebagai petani. Ada profesi lain seperti guru
(PNS), umumnya merupakan berasal dari suku Kutai.
Walaupun jumlah penduduknya terus berkembang dan wilayah desa yang
dimekarkan, namun hingga kini kampung ini masih memiliki satu masjid, yakni
Masjid Jam'iyyatut Taqwa. Diberi nama demikian,dengan harapan warga Jantur
menjadi perkumpulan orang-orang yang bertakwa. Itu harapannya. Masjid ini
dibangun sekitar tahun 1950-an. Namun, sejak tahun 2000, masjid ini mengalami
renovasi hingga tampak seperti sekarang ini.
Dahulu, masjid ini dibangun dengan bahan utama berupa kayu seperti kayu
ulin, kayu kapur, kayu meranti, dan berbagai jenis kayu lainnya. sedangkan
atapnya terbuat dari kayu ulin yang telah dipipihkan.Masyarakat setempat
umumnya menyebut kayu yang telah dipipihkan itu dengan nama sirap (bahasa
Banjar). Ukuran kayu yang sudah dipipihkan (sirap) itu sekitar 0,1-0,2
sentimeter (cm) dengan panjang mencapai 35-40 cm, dan lebar kurang lebih 10
cm.Walaupun tipis, namun ketahanannya bisa mencapai 20 tahun. Ada mayoritas
penduduk setempat menggunakan sirap sebagai atap rumah mereka. Dan bagi
penduduk setempat, memakai sirap sudah lazim digunakan untuk atap rumah.
Bahkan, walaupun genting sudah bermunculan, penduduk Desa Jantur dan desa-desa
di sekitarnya juga tetap menggunakan sirap. Ruang masjid yang berukuran sekitar
35×35 meter,dan dibuat dua lantai. Lantai utama biasanya dipakai untuk jamaah
laki-laki, sedangkan untuk lantai atas yang dibuat berbentuk letter U, untuk
jamaah perempuan. Namun, saat Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha, total jamaah
yang bisa ditampung di bagian dalam masjid mencapai 4000-5000 orang. Keunikan
masjid ini, pastinya karena lokasinya yang sangat strategis.
Keberadaannya terletak persis pertemuan segitiga antara Desan Jantur
(induk), Desa Jantur Selatan, dan Desa Jantur Baru. Sehingga, dari kejauhan
masjid tampak gagah. Keunikan lainnya tentu saja karena masjid ini berada di
komplek perkampungan nelayan dan alat transportasi utamanya adalah perahu, maka
pada saat musim air pasang, masjid ini tampak mengapung. Musim air pasang di
wilayah ini rata-rata mencapai dua hingga tiga bulan lamanya.
Pada siang hari, dari Danau Jempang maupun Danau Murung, kubah masjid
yang terkena sinar matahari senantiasa tampak bercahaya. Keunikan lain masjid
ini adalah tiangnya. Jumlah tiang Masjid Jam’iyyatut Taqwa ini berjumlah 36
buah. Tiang masjid ini awalnya juga terbuat dari kayu ulin berukuran sekitar
25×25 cm dengan panjang (tinggi) bisa mencapai 15 hingga 20 meter. Namun, untuk
membuatnya makin tampak kokoh dan kekar, kayu ulin yang menjadi tiang masjid
(bagian dalam) ditambahkan lapisan batu bata dan semen.
Nah gimana shobat? Menarik bukan? Cukup dulu ya postingan kali ini.
keren...:)
BalasHapusthank's friend...
BalasHapus